Kamis, 26 April 2012

Putusan Mahkamah Konstitusi


1.       Pengertian Putusan
            Putusan merupakan pintu masuk kepastian hukum dan keadilan para pihak yang berperkara yang diberikan oleh hakim berdasarkan alat bukti dan keyakinannya. Menurut Gustav Radbruch, suatu putusan seharusnya mengandung idee des recht atau cita hukum yang meliputi unsur keadilan kepastian hukum dan kemanfaatan. Hakim dalam memutuskan secara objektif memberikan putusan dengan selalu memunculkan suatu penemuan-penemuan hukum baru (recht vinding).
            Putusan hakim adalah suatu pernyataan yang oleh hakim sebagai pejabat yang berwenang yang diucapkan dalam persidangan dan bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para pihak.

2.      Putusan Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi dalam memutus perkara harus didasarkan pada UUD 1945 dengan berpegang pada alat bukti dan keyakinan masing-masing hakim konstitusi. Alat bukti yang dimaksud sekurang-kurangnya 2 (dua) seperti hakim dalam memutus perkara tindak pidana.
Dalam putusan Mahkamah Konstitusi harus memuat fakta yang terungkap dalam persidangan dan pertimbangan hukum yang menjadi dasar putusan apakah putusannya menolak permohonan, permohonan tidak diterima atau permohonan dikabulkan. Dalam memutuskan suatu permohonan, Mahkamah Konstitusi harus menempuh musyawarah yang diputuskan hakim konstitusi yang berjumlah 9 (sembilan) orang dalam sidang pleno, yang jika tidak tercapai kata muyawarah maka putusan diambil melalui voting atau suara terbanyak. Hakim konstitusi yang berbeda pendapat tetap dimuat dalam putusan yang sering disebut dissenting opinion.
    
3.      Isi Putusan
Ada tiga jenis putusan Mahkamah Konstitusi sebagai berikut:
3.1.    Permohonan tidak Diterima (Niet Ontvankelijk Verklaard)  
Permohoanan tidak diterima adalah suatu putusan yang apabila permohonannya melawan hukum dan tidak berdasarkan hukum. Dalam putusan ini permohonannya tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Psal 50 dan 51 UU Mahkamah Konstitusi. Pasal 50 berbunyi “undang-undang yang dapat dimohonkan untuk diuji adalah undang-undang yang diundangkan setelah perubahan UUD 1945”. Pasal 51 mensyaratkan pemohon adalah pihak menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya UU dengan kualifikasi pemohon sebagai berikut: (i) perorangan warga negara indonesia, (ii) kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan RI, (iii) badan hukum publik atau privat, dan (iv) lembaga negara.
Pasal 51 mewajibkan juga pemohon dalam permohonannya menguraikan dengan jelas dalam permohonannya tentang hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dan menguraikan bahwa pembentukan UU tidak memenuhi ketentuan UUD 1945 atau materi muatan dalam ayat, pasal, dan/atau bagian UU dianggap bertentangan dengan UUD 1945. Dalam permohonan tidak diterima maka amar putusan menyatakan permohonan tidak diterima.
3.2.   Permohonan Ditolak (Ontzigd)
Putusan hakim konstitusi menyatakan permohonan ditolak apabila permohonanya tidak beralasan. Dalam hal ini UU yang dimohonkan untuk diuji tidak bertentang dengan UUD 1945 baik mengenai pembentukannya maupun materinya baik sebagian ataupun keseluruhannya, yang dalam amar putusan menyatakan permohonan ditolak.
Putusan Mahkamah Konstitusi yang amar putusannya menyatakan materi muatan ayat,  pasal dan/atau bagian UU bertentangan dengan UUD 1945, maka amar putusan juga menyatakan materi muatan ayat, pasal dan/atau bagian UU tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Putusan Mahkamah Konstitusi yang amar putusannya menyatakan bahwa pembentukan peraturan perundang-undangan tidak memenuhi ketentuan pembentukan UU berdasarkan UUD 1945, maka amar putusan juga menyatakan UU tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.   
3.3.   Permohoan Dikabulkan
Putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkkan permohonan pemohon wajib dimuat dalam Berita Negara dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak putusan sejak diucapkan. Putusan Mahkamah Konstitusi yang telah diuji tidak dapat diuji kembali (nebis in idem) yang merupakan asas yang juga dikenal dalam hukum pidana. 

Artikel tentang peran fungsi dan tanggung jawab HRD

0 komentar:

Posting Komentar