Jumat, 27 April 2012

CONTOH KETERANGAN /JAWABAN PEMERINTAH ATAS PERMOHONAN PENGUJIAN UU TERHADAP UUD 1945


KETERANGAN TERTULIS PEMERINTAH
ATAS PERMOHONAN PENGUJIAN UNDANG-UNDANG
NOMOR 18 TAHUN 2003  TENTANG ADVOKAT
TERHADAP
UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 YANG TERDAFTAR DI REGISTER MAHKAMAH KONSTITUSI
NOMOR : 006/PUU-II/2004
 

           
Kepada Yth:
KETUA/MAJELIS HAKIM MAHKAMAH KONSTITUSI
REPUBLIK INDONESIA

DI
        JAKARTA

Dengan Hormat,

Yang bertanda tangan di bawah ini :
Yusril Ihza Mahendra, Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama Presiden Republik Indonesia berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 09 Juli 2004, dan karena itu sah mewakili Pemerintah Republik Indonesia, dan selanjutnya dalam keterangan ini disebut Pemerintah.

Bahwa berdasarkan surat panggilan Mahkamah konstitusi No. 99/MK.KA/6/2004 tanggal 30 Juni 2004 telah menghadiri sidang di Mahkamah Konstitusi untuk menyampaikan keterangan secara lisan kepada Majelis Mahkamah Konstitusi atas PERMOHONAN PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003  TENTANG ADVOKAT TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 (UUD 1945) yang dimohonkan oleh:
1.      Tongat, SH, M.Hum, Pemohon I;
2.       Sumali, SH, MH, Pemohon II;
3.      A. Fuad Usfah, SH, Msi, Pemohon III.
Dalam perkara yang terdaftar dalam Buku Register Perkara Mahkamah Konstitusi Nomor 006/PUU-II/2004.

Semua keterangan lisan yang disampaikan Pemerintah pada Sidang Mahkamah Konstitusi tanggal 07 Juli 2004 merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keterangan tertulis ini.

Selanjutnya perkenankan Pemerintah menyampaikan keterangan tertulis sebagai berikut:

I. UMUM
            Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) menentukan secara tegas bahwa negara indonesia adalah negara hukum. Prinsip negara hukum menuntut antara lain adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality before the law). Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 menentukan : segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945 menentukan bahwa : setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di depan hukum.
              Dalam usaha mewujudkan prinsip-prinsip negara hukum di atas dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, peran dan fungsi advokat sebagai profesi yang bebas, mandiri dan bertanggungjawab merupakan hal yang penting, di samping lembaga peradilan dan instansi penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan.
            Advokat sebagai salah satu unsur sistem peradilan salah satu pilar menegakan supremasi hukum dan hak asasi manusia. Selain dalam proses peradilan, peran advokat juga terlihat di jalur profesi di luar pengadilan. Kebutuhan jasa advokat di luar proses peradilan pada saat sekarang semakin meningkat, sejalan dengan semakin berkembangnya kebutuhan hukum masyarakat, terutama dalam memasuki kehidupan yang semakin terbuka dalam pergaulan antarbangsa. Melalui pemberian jasa konsultasi, negoisasi atau dalam pembuatan kontrak dagang, profesi advokat ikut memberi sumbangan yang berarti bagi pemberdayaan masyarakat dan pembaharuan hukum nasional, khususnya dibidang ekonomi dan perdagangan, termasuk penyelesaian sengketa di luar pengadilan.
            Dengan demikian, dalam melaksanakan kegiatan penegakan, perlindungan, dan pembelaan Hak Asasi Manusia, serta tugas dan fungsi advokat yang lain, advokat tetap mengikutsertakan sebanyak mungkin anggota masyarakat dalam memperjuangkan penghargaan dan penghormatan nilai-nilai hak asasi manusia terhadap siapapun, juga tanpa mengenal jenis kelamin, suku bangsa, tas, agama, dan lain-lain. Sehingga untuk menjadi advokat tidak lagi mengenal diskriminasi, khususnya pembedaan mengenai status kesarjanaan di bidang hukum.
            Di samping hal tersebut tersebut di atas, perlu dijelaskan bahwa UU No. 18 Tahun 2003 dibentuk untuk menggantikan peraturan perundang-undangan yang diskriminatif dan yang tidak sesuai lagi dengan sistem ketatanegaraan yang berlaku serta sekaligus untuk memberi landasan yang kukuh pelaksanaan tugas advokat dalam kehidupan bermasyarakat. UU tersebut dibentuk juga berdasarkan Pasal 38 UU No. 14 Tahun 1970 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, sebagaimana telah diubah dengan UU No. 4 tahun 2004. profesi advokat diatur secara lengkap dalam UU tersebut, dengan tetap mempertahankan prinsip kebebasan dan kemandirian advokat, baik dalam pengangkatan, pengawasan, penindakan, maupun ancaman pidana bagi setiap orang yang sengaja mengaku-aku sebagai advokat yang bertujuan untuk melindungi advokat dan masyarakat. Secara substansial, hal tersebut merupakan suatu kemajuan yang luar biasa dalam rangka menegakan keadilan dan terwujudkan prinsip-prinsip negara hukum dengan mengedepankan advokat sebagai suatu lembaga yang bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan. Wilayah kerja advokat meliputi seluruh wilayah negara Republik Indonesia sehingga advokat secara bebas bersaing menentukan dirinya lebih profesional dalam mewujudkan prinsip-prinsip negara hukum.
            Oleh karena itu, UU No. 18 Tahun 2003 Tentang Advokat kami pandang sebagai instrumen hukum yang sangat penting untuk melindungi advokat dalam menjalankan tugas dan fungsinya dan masyarakat secara keseluruhan, terutama dalam upaya memberikan jaminan kepastian hukum untuk melaksanakan Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945 menentukan bahwa : setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. 
II. TENTANG KEDUDUKAN HUKUM (LEGAL STANDING) PEMOHON    
            Dalam surat permohonan disebutkan beberapa pemohon, yakni:
  • Tongat, SH, M.Hum, Pemohon I;
  • Sumali, SH, MH, Pemohon II;
  • Fuad Usfah, SH, Msi, Pemohon III.

Sesuai dengan ketetentuan Pasal 51 UU No. 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi disebutkan bahwa pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewajiban konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya UU, yaitu:
  • perorangan warga negara Indonesia;
  • kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam UU;
  • badan hukum publik atau privat;
  • lembaga negara.
Berdasarkan Pasal 51 UU No. 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi keberadaan pemohon tidak jelas, karena pemohon dalam kapasitas selaku rektor mewakili Universitas Muhammadiyah Malang  dalam surat kuasa khusus tertanggal 7 Maret 2004 (bukti P. 1), terdapat kerancuan pemberian kewenangan dan tanggung jawab untuk melakukan tindakan-tindakan tanpa memuat dengan tegas apakah selaku Rektor yang mewakili Lembaga Konsultasi dan Pelayanan Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang atau perorangan yang mewakili perorangan yang menjalankan profesinya sebagai dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang ataupun mewakili jabatan sebagai pimpinan LKPH UMM.
Dengan demikian, permohonan pengujian UU No. 18 Tahun 2003 Tentang Advokat yang diajukan pemohon mengandung cacat yuridis, karena tidak memenuhi ketentuan Pasal 51 ayat (1) UU No. 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi.
            Berdasarkan keterangan tersebut di atas, kedudukan hukum (legal standing) pemohon UU No. 18 Tahun 2003 tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan secara hukum atau cacat hukum, sehingga permohonan pengujian UU No. 18 Tahun 2003 yang diajukan pemohon agar ditolak atau tidak diterima oleh majelis hakim Mahkamah Konstitusi.

III. KETERANGAN PEMERINTAH ATAS ARGUMEN HUKUM PEMOHON MENGENAI HAK KONSTITUSIONAL PEMOHON YANG DIRUGIKAN DENGAN BERLAKUNYA PASAL 31 UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG ADVOKAT
Bahwa pada surat permohonannya, Pemohon yang menyatakan rumusan Pasal 31 UU No. 18 Tahun 2003 yang berisi ancaman pidana tersebut sangat diskriminatif dan tidak adil serta merugikan hak-hak konstitusional Pemohon, dengan alasan vang pada pokoknya sebagai berikut:
  • Bahwa dengan lahirnya UU No. 18 Tahun 2003 tersebut, pihak Laboratorium Konsultasi dan Pelayanan Hukum UMM, tidak dapat menyelenggarakan lagi aktivitasnya di bidang pelayanan hukum kepada masyarakat baik dalam bentuk Litigasi maupun non Litigasi; Oleh karena Undang-undang Advokat tidak mengakomodasi realitas empiris mengenai perguruan tinggi hukum yang memberikan kemudahan akses kepada masyarakat untuk memperoleh bantuan hukum secara murah; Jelasnya Undang-undang Advokat ini hanya mengakui profesi Advokat ansich yang mewakili otoritas di dalam pelayanan hukum baik di dalam dan di luar pengadilan;
  • Bahwa dengan lahirnya Pasal 31 UU No. 18 Tahun 2003 itu maka seluruh aktivitas LKPH UMM yang dipimpin oleh Pemohon, tidak memungkinkan lagi dijalankan secara reguler dan profesional. Oleh karena aktivitas Pemohon dapat ditafsirkan sebagai kegiatan yang seolah-olah menyerupai profesi Advokat. Penafsiran demikian ini dapat dirujuk pada alinea ketiga bagian Penjelasan UU No. 18 tahun 2003;
  • Bahwa Pemohon berkeyakinan rumusan atau materi Pasal 31 UU No. 18 Tahun 2003 itu di buat dalam suasana ephoria reformasi hukum, sehingga melupakan akal sehat (common sense); Lahirnya UU No. 18 Tahun 2003, yang memberikan pengakuan terhadap eksistensi profesi Advokat sebagai salah satu pilar penegakan hukum, justru mengabaikan fakta historis empiris yang sudah berjalan selama ini, yaitu bahwa Lembaga Perguruan Tinggi Hukum memiliki otoritas untuk menyelenggarakan pendidikan profesi hukum; Sementara itu Pemohon juga berkeyakinan munculnya ketentuan Pasal 31 Undang-­undang Nomor 18 Tahun 2003 lebih dipengaruhi oleh bayangan ketakutan yang tidak berdasar akan berkurangnya atau sedikitnya lahan rezeki Advokat terutama dari klien yang akan ditanganinya;
  • Bahwa dengan adanya ketentuan Pasal 31 UU No. 18 Tahun 2003, maka Pemohon yang saat ini berprofesi sebagai Dosen Fakultas Hukum UMM sekaligus menjabat sebagai pimpinan LKPH-UMM merasa dirugikan hak konstitusional Pemohon, yakni berupa hak asasi di dalam hukum dan pekerjaan. Sebagai warga negara yang bekerja di dunia akademik sekurang-kurangnya 12 (dua belas) tahun; Pemohon merasa dirugikan hak-hak konstitusionalnya atas dicantumkannya ketentuan Pasal 31 UU No. 18 Tahun 2003 secara tegas sangat diskriminatif dan tidak adil, Jelasnya ketentuan tersebut bertentangan dengan isi rumusan Pasal 28 C ayat (1) (2) dan Pasal 28 D ayat (1); (3); serta Pasal 28 1 ayat (2) Perubahan ke 2 UUD 1945;

* Pemerintah tidak sependapat dengan argumen-argumen Pemohon dengan alasan-alasan sebagai berikut:
  •     Bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 31 UU No. 18 Tahun 2003, menyebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja menjalankan pekerjaan profesi Advokat dan bertindak seolah-olah sebagai Advokat, tetapi bukan Advokat sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah);
Dari ketentuan tersebut terdapat beberapa unsur yang harus dapat dipenuhi agar orang dapat dipidana, yakni:
  1. dengan sengaja;
  2. menjalankan pekerjaan profesi Advokat;
  3. bertindak seolah-olah sebagai Advokat;
  4. tetapi bukan Advokat;
  • Ketentuan di atas hanya ditujukan kepada orang mengaku-aku atau berpura-pura sebagai Advokat atau profesi Advokat, padahal pelaku yang bersangkutan bukan Advokat;
  • Dengan demikian Pemerintah dapat menjelaskan bahwa titik berat Pasal 31 UU No. 18 Tahun 2003 adalah mengenai larangan bagi orang yang mengaku-aku sebagai Advokat sedangkan profesi sebenarnya bukanlah Advokat seperti yang diatur oleh Undang-undang ini, bukan bagaimana ia bertugas dan berfungsi sebagai Advokat. Jika yang bersangkutan menjadi Advokat, maka berlaku ketentuan Pasal 3 ayat (1) yakni bahwa yang bersangkutan tidak berstatus sebagai pegawai negeri atau pejabat negara sehingga pada saat yang bersangkutan diangkat menjadi Advokat, maka ia bukan lagi berkedudukan sebagaimana yang dilarang oleh Pasal 3 ayat (1) tersebut, yang dalam hal ini tidak ada hubungannya dengan larangan bagi aktivitas yang dilakukan oleh Pemohon dalam Laboratorium Konsultasi dan Pelayanan Hukum Universitas Muhammadiyah Malang, yang dikhawatirkan oleh Pemohon;
  • Berkaitan dengan itu Pemerintah dapat menjelaskan pula bahwa ketentuan Pasal 31  UU No. 18 Tahun 2003 tidak ada kaitannya pemberian bantuan hukum murah oleh karena hal tersebut diatur secara tersendiri pada Pasal 22 UU No. 18 Tahun 2003 yang mengatur tentang bantuan hukum cuma-cuma yang diwajibkan kepada Advokat kepada pencari keadilan yang tidak mampu, sedangkan persyaratan dan tata cara pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma akan di atur Iebih Ianjut dengan Peraturan Pemerintah. Sehingga argumen Pemohon adalah tidak beralasan yang menganggap Undang-undang ini tidak mengakomodasi realitas empiris mengenai perguruan tinggi hukum yang memberikan kemudahan akses kepada masyarakat untuk memperoleh bantuan hukum, secara murah. Selain dari pada itu Pemerintah berpendapat bahwa mengenai seluk beluk yang mengatur perguruan tinggi sudah ada ketentuannya secara tersendiri yaitu Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional;
  • Dengan demikian Pemerintah dapat menjelaskan bahwa segala argumen dan fakta selebihnya yang diajukan oleh Pemohon tidak perlu ditanggapi satu persatu karena apa yang disampaikan Pemohon tidak ada relevansinya dan tidak membuktikan adanya pelanggaran hak-hak konstitusional Pemohon;

*    Berdasarkan keseluruhan penjelasan diatas, Pemerintah berpendapat bahwa Pasal 31 UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak melanggar hak-hak konstitusional Pemohon;

IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Pemerintah memohon kepada yang terhormat Ketua Majelis Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia yang memeriksa dan memutus permohonan pengujian Pasal 31 UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat terhadap UUD 1945 dapat memberikan putusan sebagai berikut:

  • Menyatakan bahwa Pemohon tidak mempunyai Legal Standing;
  • Menyatakan permohonan Pemohon ditolak atau setidak-tidaknya permohonan Pemohon dinyatakan tidak dapat diterima;
  • Menerima keterangan Pemerintah secara keseluruhan.
  • Menyatakan Pasal 31 Undang-undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat tidak bertentangan dengan UUD 1945;
  • Menyatakan bawha Pasal 31 UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat tetap mempunyai kekuatan hukum dan tetap berlaku di seluruh wilayah Indonesia;
Atas perhatian Ketua/Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, kami mengucapkan terima kasih.


                   Jakarta, 20 Agustus 2004
                                                            Kuasa Hukum
                                                            Presiden Republik Indonesia


                                                            Yusril Ihza Mahendra

2 komentar:

  1. MOHON IZIN untuk referensinya min sangat membantu mata kuliah hukum peradilan konstitusi terima kasih

    BalasHapus
  2. mohon izin untuk copy sebagai bahan ajar di FH unsri

    BalasHapus