Perihal :Permohonan Pengujian Pasal 31 Undang-undang Republik Indonesia Nomor
18 Tahun 2003 Tentang Advokat Terhadap
Undang-Undang Dasar 1945
Kepada Yth.
Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
Di-Jakarta
Dengan Hormat,
Yang bertanda tangan dibawah
ini:
1. Tongat, SH. M.Hum, Pekerjaan: Dosen Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Malang (UMM); Jabatan: Kepala Laboratorium Konsultasi
dan Pelayanan Hukum UMM;
Pangkat/Golongan: Lektor/IIIc; Alamat Rumah: Dawuhan RT 16 RW 05 Desa Tegal
Gondo, Kecamatan Karangploso Kabupaten Malang-Jawa Timur;
2. Sumali, SH, MH. Pekerjaan: Dosen
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang (UMM); Jabatan: Sekretaris
Laboratorium Konsultasi dan Pelayanan Hukum
UMM; Pangkat /Golongan: Lektor/IIId; Alamat Rumah: Jalan Perum IKIP
Tegal Gondo, 3 F/19 Kabupaten Malang-Jawa Timur;
3.
A. Fuad, SH,MSi Pekerjaan: Dosen Fakultas
Hukum Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Jabatan: Staf Laboratorium
Konsultasi dan Pelayanan Hukum Universitas Muhammadiyah Malang; Pangkat/
Golongan: Lektor/IIId, alamat Rumah: Jl. Kelud Gang I Nomor 37 RT 01 RW 01 Desa
Pendem Kec. Junrejo Kota Batu-Jawa Timur;
Berdasarkan Surat Kuasa Khusus bertanggal 1 Maret 2004, ketiganya bertindak
untuk dan atas nama Drs. Muhadjir
Effendy, MAP, Rektor Universitas Muhammadiyah Malang. Untuk selanjutnya
telah memilih kediaman hukum (domisili) di kantor Laboratorium Konsultasi dan
Pelayanan Hukum (LKPH) UMM, Alamat
Jl.Raya Tlogomas Nomor 246 Malang-Jawa Timur; Telp. (0341) 464318, 464319. Untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon ;
selanjutnya
Pemohon dalam hal ini mengajukan Permohonan Pengujian Pasal 31 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18
Tahun 2003 Tentang Advokat Terhadap
Undang-Undang Dasar 1945, dengan dalil-dalil sebagai
berikut:
1.
Bahwa rumusan Pasal 31 UU No. 18 Tahun 2003 tentang
Advokat menyebutkan, “Setiap orang yang dengan sengaja menjalankan pekerjaan
profesi Advokat dan bertindak seolah-olah sebagai advokat, tetapi bukan Advokat
sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 50.000 000,00 (lima
puluh juta) rupiah”.
2.
Bahwa pada bagian Penjelasan UU No. 18 Tahun 2003. Pada
alinea ketiga bagian Umum Penjelasan UU Advokat menyebutkan: “Selain dalam
proses peradilan, peran Advokat juga terlihat di jalur profesi di luar
pengadilan. Kebutuhan jasa hukum Advokat di luar proses peradilan pada saat
sekarang semakin meningkat, sejalan dengan semakin berkembangnya kebutuhan
hukum masyarakat terutama dalam memasuki kehidupan yang semakin terbuka dalam
pergaulan antar bangsa. Melalui pemberian jasa konsultasi, negoisasi maupun
dalam pembuatan kontrak-kontrak dagang, profesi Advokat ikut memberi sumbangan
berarti bagi pemberdayaan masyarakat serta pembaharuan hukum nasional khususnya
di bidang ekonomi dan perdagangan, termasuk dalam penyelesaian sengketa di luar
pengadilan”.
3.
Bahwa rumusan Pasal 31 UU No. 18 Tahun 2003 yang berisi
ancaman pidana tersebut sangat diskriminatif dan tidak adil, serta merugikan
hak-hak konstitusional Pemohon.
4.
Bahwa dengan lahirnya UU No. 18 Tahun 2003 tersebut,
pihak Laboratorium Konsultasi dan Pelayanan Hukum UMM, tidak dapat
menyelenggarakan lagi aktivitasnya di bidang pelayanan hukum kepada masyarakat,
baik dalam bentuk litigasi maupun non litigasi. Oleh karena Undang-undang
Advokat tidak mengakomodasi realitas empiris mengenai peran perguruan tinggi
hukum yang memberikan kemudahan akses kepada masyarakat untuk memperoleh
bantuan hukum secara murah. Jelasnya
Undang-undang Advokat ini hanya mengakui profesi Advokat an-sich yang memiliki otoritas di dalam pelayanan hukum baik di
dalam dan di luar pengadilan.
5.
Bahwa pada saat sebelum
lahirnya UU No. 18 Tahun 2003, Laboratorium Konsultasi dan Pelayanan Hukum UMM
sebagai institusi nir laba (non profit
oriented) telah memainkan peran penting di dalam advokasi hukum kepada
masyarakat yang tidak mampu, baik dalam bentuk litigasi maupun non litigasi.
Dalam pada itu, legalitas institusi Laboratorium Konsultasi dan Pelayanan Hukum (LKPH) UMM di dalam
menjalankan aktivitasnya di bidang advokasi hukum didasarkan pada Persetujuan
Kerjasama antara Pengadilan Tinggi Jawa Timur dengan Universitas Muhammadiyah
Malang Mengenai Bantuan Hukum No. 04/KEP/KPT/VIII/2000- No.
E.6.J/756/UMM/IX/2000. Namun sejak UU No. 18 Tahun 2003 ini lahir, praktis peran advokasi dari
Laboratorium Konsultasi dan Pelayanan Hukum UMM menjadi vacuum. Hal ini disebabkan tidak ada institusi yang ditunjuk secara
eksplisit oleh Undang-undang Advokat yang memberi legitimasi kepada perguruan
tinggi hukum untuk memberikan Bantuan hukum khususnya bagi golongan masyarakat
yang kurang mampu.
6.
Bahwa sebagaimana diketahui bersama, selama ini Pemohon
yang berprofesi sebagai dosen Fakultas Hukum secara personal dan sekaligus
secara struktural sebagai pengelola Laboratorium Konsultasi dan Pelayanan Hukum
UMM telah menjalankan proses pendidikan
profesi terhadap mahasiswa Fakultas Hukum berdasarkan kurikulum Pendidikan
Tinggi Hukum yang antara lain mewajibkan penyelenggara pendidikan tinggi Hukum
untuk melatih ketrampilan hukum mahasiswa melalui kegiatan praktisi hukum atau
lebih popular dengan istilah pendidikan hukum klinis.
7.
Bahwa keberadaan Lembaga Bantuan Hukum di Perguruan
Tinggi sebagai Laboratorium Hukumnya Fakultas Hukum yang berfungsi untuk
melatih praktik kemahiran hukum dan sekaligus berfungsi memberikan pelayanan
hukum bagi golongan masyarakat yang kurang mampu, adalah sangat sesuai dengan
Surat MA No.MA/SEK/034/II/2003 tentang Ijin Praktek Bantuan Hukum Bagi Lembaga
Hukum Fakultas/Sekolah Tinggi Hukum yang
ditujukan kepada Ketua Pengadilan Tinggi di seluruh Indonesia.
8.
Bahwa sebagaimana diketahui, berdasarkan Undang-undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan nasional, pada Pasal 20 ayat (3)
menyebutkan: “Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan program akademik, profesi
dan vokasi”. Sementara itu pada Pasal 21
ayat (1) menegaskan “Perguruan Tinggi yang memenuhi persyaratan pendirian dan
dinyatakan berhak menyelenggarakan program pendidikan tertentu dapat memberikan
gelar akademik, profesi, atau vokasi sesuai dengan program pendidikan yang
diselenggarakannya”. Berdasarkan kedua pasal itu, sesungguhnya proses
penyelengaraan pendidikan Fakultas Hukum UMM yang sudah terakreditasi oleh
Departemen Pendidikan Nasional dengan status Unggul, secara legal dan absah
memiliki otoritas dan kewenangan untuk menyelenggarakan pendidikan profesi hukum.
9.
Bahwa sementara itu dalam rangka mewujudkan Tri Dharma
Perguruan Tinggi khususnya bidang Pengabdian Masyarakat sebagai aktualisasi
dari Pasal 20 ayat (2) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 yang berbunyi:
“Perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian dan
pengabdian masyarakat”, Laboratorium Konsultasi dan Pelayanan Hukum UMM sejauh
ini menerjemahkan amanat tersebut dengan melakukan kegiatan berupa konsultasi,
advokasi dan litigasi terhadap berbagai elemen masyarakat yang membutuhkan keadilan
(justitiabelen).
10.
Bahwa dengan lahirnya ketentuan Pasal 31 UU No. 18 Tahun
2003 itu, maka seluruh aktifitas LKPH UMM yang dipimpin oleh Pemohon, tidak
memungkinkan lagi untuk dijalankan secara regular dan profesional. Oleh karena
aktivitas Pemohon dapat ditafsirkan sebagai kegiatan yang seolah-olah
menyerupai profesi Advokat. Penafsiran demikian ini dapat dirujuk pada alinea
ketiga bagian Penjelasan UU No. 18 Tahun 2003.
11.
Bahwa implikasi dari hal demikian ini, Pemohon secara
psikologis menjadi tidak tenang dan tidak konsentrasi didalam menjalankan
profesinya sebagai dosen Fakultas Hukum UMM dan jabatannya sebagai pimpinan
LKPH UMM. Pada akhirnya beban psikologis ini dikhawatirkan dapat
mengakibatkan proses pendidikan menjadi terganggu dan mengorbankan kepentingan
mahasiswa.
12.
Bahwa salah satu bentuk kerugian riil yang pernah dialami
oleh LKPH UMM pada saat melakukan pendampingan kepada klien di Kepolisian
Resort Malang. Kuasa hukum dari LKPH UMM tidak dapat meneruskan pendampingan
klien, disebabkan tidak dapatnya kuasa hukum LKPH menunjukkan identitas Advokat
yang diminta oleh penyidik. Sementara
itu izin praktek bantuan hukum yang dikeluarkan oleh Pengadilan Tinggi Jawa
Timur sudah habis masa berlakunya.
13.
Bahwa Pemohon berkeyakinan,
rumusan atau materi Pasal 31 UU No. 18 Tahun 2003 itu dibuat dalam suasana euphoria reformasi hukum, sehingga
melupakan akal sehat (common sense). Lahirnya UU No. 18 Tahun 2003
yang memberikan pengakuan terhadap eksistensi profesi Advokat sebagai salah
satu pilar penegakan hukum, justru
mengabaikan fakta historis empiris yang sudah berjalan selama ini, yaitu bahwa
lembaga Perguruan Tinggi Hukum memiliki otoritas untuk menyelenggarakan
pendidikan profesi hukum. Sementara itu Pemohon juga berkeyakinan munculnya
ketentuan Pasal 31 UU No.18 Tahun 2003 lebih dipengaruhi oleh bayangan
ketakutan yang tidak berdasar akan berkurangnya atau sedikitnya lahan rezeki
advokat terutama dari klien yang akan ditanganinya. Dengan perkataan lain
Undang-undang Advokat ini secara sistematis berusaha mereduksi dan menihilkan
peran dan eksistensi pihak-pihak di luar profesi advokat, serta secara
transparan dan arogan mewujudkan terjadinya monopoli profesi. Sungguh ironis,
jika diingat bahwa profesi advokat yang mengklaim dirinya sebagai officium nobile dan tidak mengedepankan profit oriented, ternyata telah
mengkhianati nilai-nilai luhur sikap profesionalisme-nya. Dan yang lebih
menyedihkan, justru korban yang dirugikan oleh ketentuan Pasal 31 UU No. 18
Tahun 2003, tidak lain dan tidak bukan adalah lembaga perguruan tinggi hukum
yang nota bene telah mengantarkan dan
memberikan kontribusi yang tidak sedikit terhadap kaum advokat untuk menjadi
sosok profesional melalui proses edukasi hukum selama ini.
14.
Bahwa sangat jelas diketahui
pembuatan UU No. 18 Tahun 2003 secara materiil tidak dapat dikategorikan
sebagai produk Undang-undang yang baik. Oleh sebab Undang-undang Advokat ini
belum memenuhi sejumlah persyaratan ideal, sebagaimana layaknya sebuah
peraturan undang-undang yang baik. Buktinya didalam UU No. 18 Tahun 2003 tidak
mengakomodasi prinsip pengecualian (exception)
sebagaimana dianut didalam system hukum manapun (there is no law without
exception). Sebagai komparasi di dalam sistim perundang-undangan
nasional yang ada, dapat diambil sebagai contoh kongkret dianutnya prinsip
pengecualian tersebut, yaitu Undang-undang Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak
cipta, terutama dapat dilihat pada Pasal 14, 15 dan 16;
15.
Bahwa dengan adanya ketentuan
pasal 31 UU No. 18 Tahun 2003, maka Pemohon yang saat ini berprofesi sebagai
Dosen Fakultas Hukum UMM dan sekaligus menjabat sebagai pimpinan LKPH UMM
merasa dirugikan hak konstitusional Pemohon, yakni berupa hak asasi di dalam
hukum dan pekerjaan. Sebagai warga Negara yang bekerja di dunia akademik
sekurang-kurangnya selama lebih dari 12 (dua belas) tahun, Pemohon merasa
dirugikan hak-hak konstitusionalnya atas dicantumkannya ketentuan Pasal 31
Undang-undang Nomor 8 Tahun 2003 yang secara tegas sangat diskriminatif dan
tidak adil. Jelasnya ketentuan tersebut bertentangan dengan isi rumusan Pasal
28C ayat (1);(2); dan Pasal 28D ayat (1); (3); serta Pasal 28I ayat (2)
Perubahan ke-2 UUD 1945. Adapun bunyi Pasal 28C ayat (1) adalah:” setiap orang
berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat
pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan
budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan hidup umat
manusia”. Sedangkan pada ayat (2) berbunyi: “setiap orang berhak untuk
memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun
masyarakat, bangsa dan negaranya. Selanjutnya pasal 28D ayat (1) menegaskan:
“setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum
yang adil serta perlakuan yang sama didepan hukum”. Sedangkan pada ayat (3)
menyebutkan: “Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam
pemerintahan”. Dalam pada itu Pasal 28I ayat (2) menegaskan: “Setiap orang
berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan
berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif
itu”.
16.
Bahwa dasar permohonan Pemohon
untuk mengajukan uji materiil atas Pasal 31 UU No. 18 Tahun 2003 terhadap UUD
1945 yang telah Pemohon uraikan tersebut di atas adalah berdasarkan Pasal 28C ayat (1);(2); dan Pasal 28D ayat
(1); (3); serta Pasal 28I ayat (2) Perubahan ke-2 Undang Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Pemohon mohon
agar Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia berdasarkan kewenangan sebagaimana
diatur dalam pasal 24C UUD 1945 jo. Pasal 50 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003
tentang Mahkamah Konstitusi, berkenan memeriksa permohonan Pemohon dan
memutuskan sebagai berikut:
- Mengabulkan permohonan Pemohon seluruhnya.
- Menyatakan isi Pasal 31 UU No. 18 Tahun 2003 tentang
ancaman pidana terhadap siapapun yang bukan Advokat menjalankan aktivitas atau
bertindak seolah-olah Advokat, bertentangan dengan UUD 1945.
- Menyatakan isi Pasal 31 UU No. 18 Tahun 2003 tentang
ancaman pidana terhadap siapapun yang bukan advokat menjalankan aktivitas atau
bertindak seolah-olah Advokat, tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat bagi
Laboratorium Konsultasi dan Pelayanan Hukum UMM dan atau semua Lembaga Bantuan
Hukum di Perguruan Tinggi Hukum di seluruh Indonesia.
- Mohon keadilan yang seadil-adilnya.
Selanjutnya untuk menguatkan dalil-dalil dalam
permohonan pengujian Pasal 31 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003, Pemohon telah
melampirkan bukti-bukti (terlampir) sebagai berikut:
- Bukti P-1 :Fotokopi Surat Kuasa Khusus Rektor UMM,
Drs. Muhadjir Effendy, MAP.
- Bukti P-2 :Fotokopi
surat keputusan Rektor UMM Nomor E.2.b/819/UMM/2000 Tentang Pengangkatan tenaga
Dosen Tetap Universitas Muhammadiyah Malang atas nama Sumali, SH.
- Bukti P-3 :Fotokopi
surat keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor
20358/A.2.IV.1/C/1994, atas nama Tongat, SH.
- Bukti P-4 :Fotokopi
surat keputusan Rektor UMM Nomor E.2/1651/UM/X/1989 Tentang Pengangkatan tenaga
Dosen Universitas Muhammadiyah Malang atas nama Ahmad Fuad, SH, MSi.
- Bukti P-5 :Fotokopi
surat keputusan Rektor UMM Nomor. 242/SK-ST/VIII/2003
Tentang Pengangkatan Kepala LKPH-UMM atas nama Tongat, SH. M.Hum.
- Bukti P-6 :Fotokopi surat keputusan Rektor UMM
Nomor. 243/SK-ST/VIII/2003 Tentang
Pengangkatan Sekretaris LKPH-UMM atas nama Sumali, SH.MH.
- Bukti P-7 :Fotokopi Surat Dekan Fak. Hukum UMM
Nomor.E.2e/0167/FH-UMM/V/2003 kepada A. Fuad Usfa, SH.M.Si sebagai Koordinator
Pembela Umum PKPH/LKPH Fak. Hukum UMM.
- Bukti P-8 :Fotokopi
Statuta Universitas Muhammadiyah Malang Tahun 2001.
- Bukti P-9 :Fotokopi perpanjangan Persetujuan Kerjasama
Antara Pengadilan Tinggi Jawa Timur di Surabaya dengan Universitas Muhammadiyah
Malang Mengenai Bantuan Hukum No. 04/Kep/KPT/VII/2000–No. E.6.j/756/ UMM/ IX/ 2000.
- Bukti P-10 :Fotokopi Surat Mahkamah Agung RI Nomor: MA/SEK/o34/II/2003.
- Bukti P-11 :Fotokopi
Surat Kuasa sebagai Kuasa Hukum dari Klien LKPH–FH UMM.
- Bukti P-12 :Fotokopi
Keputusan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi departemen Pendidikan
Nasional Republik Indonesia Nomor: 036/BAN-PT/AK-VII/SI/X/2003 tentang Hasil
dan Peringkat Akreditasi program Studi untuk program sarjana di Perguruan
Tinggi.
- Bukti P-13 :Fotokopi
Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945.
- Bukti P-14 :Fotokopi UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
- Bukti P-15 :Fotokopi
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
- Bukti P-16 :Fotokopi Undang-undang Nomor 19 tahun
2002 tentang Hak Cipta.
- Bukti P-17 :Surat tanggal 30 Oktober 2002 Nomor
01./IBBH/2002 dari Ikatan Biro bantuan (IBBH) Perguruan Tinggi Malang perihal
Ijin Praktik Instruktur Kemahiran Hukum BKBH/BBH Perguruan Tinggi se Malang.
- Bukti P-18 :Kesepakatan
dan Tuntutan Bersama BKBH/BBH Perguruan Tinggi se-Malang.
- Bukti P-19 :Fotocopy artikel “Tersandung Pasal ‘Seolah-olah’ dari Majalah Tempo Edisi 12
september 2004.
Demikian permohonan pengajuan Pengujian Pasal 31 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun
2003 Tentang Advokat Terhadap
Undang-Undang Dasar 1945. kiranya Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
berkenan untuk menerima alasan-alasan pemohon, dan selanjutnya berkenan menguji
Pasal 31 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2003 tersebut.
Malang, 10 Maret 2004
Pemohon,
Tongat, SH. Hum
Sumali. SH, MH