KETERANGAN TERTULIS PEMERINTAH
ATAS PERMOHONAN PENGUJIAN UNDANG-UNDANG
NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG ADVOKAT
TERHADAP
UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA
REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 YANG TERDAFTAR DI REGISTER MAHKAMAH KONSTITUSI
NOMOR : 006/PUU-II/2004
Kepada Yth:
KETUA/MAJELIS HAKIM MAHKAMAH KONSTITUSI
REPUBLIK INDONESIA
DI
JAKARTA
Dengan Hormat,
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Yusril Ihza Mahendra, Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia, dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama Presiden Republik
Indonesia berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 09 Juli 2004, dan karena
itu sah mewakili Pemerintah Republik Indonesia, dan selanjutnya dalam
keterangan ini disebut Pemerintah.
Bahwa berdasarkan surat panggilan Mahkamah konstitusi No. 99/MK.KA/6/2004
tanggal 30 Juni 2004 telah menghadiri sidang di Mahkamah Konstitusi untuk
menyampaikan keterangan secara lisan kepada Majelis Mahkamah Konstitusi atas
PERMOHONAN PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG ADVOKAT TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR
NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 (UUD 1945) yang dimohonkan oleh:
1.
Tongat, SH, M.Hum, Pemohon I;
2.
Sumali, SH, MH, Pemohon II;
3.
A. Fuad Usfah, SH, Msi, Pemohon III.
Dalam perkara yang terdaftar dalam Buku Register Perkara Mahkamah
Konstitusi Nomor 006/PUU-II/2004.
Semua keterangan lisan yang disampaikan Pemerintah pada Sidang Mahkamah
Konstitusi tanggal 07 Juli 2004 merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
keterangan tertulis ini.
Selanjutnya perkenankan Pemerintah menyampaikan keterangan tertulis sebagai
berikut:
I. UMUM
Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) menentukan secara tegas bahwa negara
indonesia adalah negara hukum. Prinsip negara hukum menuntut antara lain adanya
jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality before the
law). Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 menentukan : segala warga negara bersamaan
kedudukannya di dalam hukum dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu
dengan tidak ada kecualinya. Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945 menentukan bahwa :
setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum
yang adil serta perlakuan yang sama di depan hukum.
Dalam usaha mewujudkan prinsip-prinsip negara
hukum di atas dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, peran dan fungsi
advokat sebagai profesi yang bebas, mandiri dan bertanggungjawab merupakan hal
yang penting, di samping lembaga peradilan dan instansi penegak hukum seperti
kepolisian dan kejaksaan.
Advokat sebagai salah satu
unsur sistem peradilan salah satu pilar menegakan supremasi hukum dan hak asasi
manusia. Selain dalam proses peradilan, peran advokat juga terlihat di jalur
profesi di luar pengadilan. Kebutuhan jasa advokat di luar proses peradilan
pada saat sekarang semakin meningkat, sejalan dengan semakin berkembangnya
kebutuhan hukum masyarakat, terutama dalam memasuki kehidupan yang semakin
terbuka dalam pergaulan antarbangsa. Melalui pemberian jasa konsultasi,
negoisasi atau dalam pembuatan kontrak dagang, profesi advokat ikut memberi
sumbangan yang berarti bagi pemberdayaan masyarakat dan pembaharuan hukum nasional,
khususnya dibidang ekonomi dan perdagangan, termasuk penyelesaian sengketa di
luar pengadilan.
Dengan demikian, dalam
melaksanakan kegiatan penegakan, perlindungan, dan pembelaan Hak Asasi Manusia,
serta tugas dan fungsi advokat yang lain, advokat tetap mengikutsertakan
sebanyak mungkin anggota masyarakat dalam memperjuangkan penghargaan dan
penghormatan nilai-nilai hak asasi manusia terhadap siapapun, juga tanpa
mengenal jenis kelamin, suku bangsa, tas, agama, dan lain-lain. Sehingga untuk
menjadi advokat tidak lagi mengenal diskriminasi, khususnya pembedaan mengenai
status kesarjanaan di bidang hukum.
Di samping hal tersebut
tersebut di atas, perlu dijelaskan bahwa UU No. 18 Tahun 2003 dibentuk untuk
menggantikan peraturan perundang-undangan yang diskriminatif dan yang tidak
sesuai lagi dengan sistem ketatanegaraan yang berlaku serta sekaligus untuk
memberi landasan yang kukuh pelaksanaan tugas advokat dalam kehidupan
bermasyarakat. UU tersebut dibentuk juga berdasarkan Pasal 38 UU No. 14 Tahun
1970 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, sebagaimana telah
diubah dengan UU No. 4 tahun 2004. profesi advokat diatur secara lengkap dalam
UU tersebut, dengan tetap mempertahankan prinsip kebebasan dan kemandirian
advokat, baik dalam pengangkatan, pengawasan, penindakan, maupun ancaman pidana
bagi setiap orang yang sengaja mengaku-aku sebagai advokat yang bertujuan untuk
melindungi advokat dan masyarakat. Secara substansial, hal tersebut merupakan
suatu kemajuan yang luar biasa dalam rangka menegakan keadilan dan terwujudkan
prinsip-prinsip negara hukum dengan mengedepankan advokat sebagai suatu lembaga
yang bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan
perundang-undangan. Wilayah kerja advokat meliputi seluruh wilayah negara
Republik Indonesia sehingga advokat secara bebas bersaing menentukan dirinya
lebih profesional dalam mewujudkan prinsip-prinsip negara hukum.
Oleh karena itu, UU No. 18
Tahun 2003 Tentang Advokat kami pandang sebagai instrumen hukum yang sangat
penting untuk melindungi advokat dalam menjalankan tugas dan fungsinya dan
masyarakat secara keseluruhan, terutama dalam upaya memberikan jaminan
kepastian hukum untuk melaksanakan Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945 menentukan
bahwa : setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian
hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
II. TENTANG KEDUDUKAN HUKUM
(LEGAL STANDING) PEMOHON
Dalam surat permohonan
disebutkan beberapa pemohon, yakni:
- Tongat, SH, M.Hum, Pemohon I;
- Sumali, SH, MH, Pemohon II;
- Fuad Usfah, SH, Msi, Pemohon III.
Sesuai dengan ketetentuan Pasal 51 UU No. 24 Tahun
2003 Tentang Mahkamah Konstitusi disebutkan bahwa pemohon adalah pihak yang
menganggap hak dan/atau kewajiban konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya
UU, yaitu:
- perorangan warga negara Indonesia;
- kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam UU;
- badan hukum publik atau privat;
- lembaga negara.
Berdasarkan Pasal 51 UU No. 24 Tahun 2003 Tentang
Mahkamah Konstitusi keberadaan pemohon tidak jelas, karena pemohon dalam
kapasitas selaku rektor mewakili Universitas Muhammadiyah Malang dalam surat kuasa khusus tertanggal 7 Maret
2004 (bukti P. 1), terdapat kerancuan pemberian kewenangan dan tanggung jawab
untuk melakukan tindakan-tindakan tanpa memuat dengan tegas apakah selaku
Rektor yang mewakili Lembaga Konsultasi dan Pelayanan Hukum Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Malang atau perorangan yang mewakili perorangan yang
menjalankan profesinya sebagai dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah
Malang ataupun mewakili jabatan sebagai pimpinan LKPH UMM.
Dengan demikian, permohonan pengujian UU No. 18
Tahun 2003 Tentang Advokat yang diajukan pemohon mengandung cacat yuridis,
karena tidak memenuhi ketentuan Pasal 51 ayat (1) UU No. 24 Tahun 2003 Tentang
Mahkamah Konstitusi.
Berdasarkan
keterangan tersebut di atas, kedudukan hukum (legal standing) pemohon UU No. 18
Tahun 2003 tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan secara hukum atau cacat
hukum, sehingga permohonan pengujian UU No. 18 Tahun 2003 yang diajukan pemohon
agar ditolak atau tidak diterima oleh majelis hakim Mahkamah Konstitusi.
III. KETERANGAN PEMERINTAH ATAS ARGUMEN HUKUM PEMOHON MENGENAI HAK
KONSTITUSIONAL PEMOHON YANG DIRUGIKAN DENGAN BERLAKUNYA PASAL 31 UNDANG-UNDANG
NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG ADVOKAT
Bahwa pada surat permohonannya, Pemohon yang
menyatakan rumusan Pasal 31 UU No. 18 Tahun 2003 yang berisi ancaman pidana
tersebut sangat diskriminatif dan
tidak adil serta merugikan hak-hak konstitusional Pemohon, dengan alasan vang
pada pokoknya sebagai berikut:
- Bahwa dengan lahirnya UU No. 18 Tahun 2003 tersebut, pihak Laboratorium Konsultasi dan Pelayanan Hukum UMM, tidak dapat menyelenggarakan lagi aktivitasnya di bidang pelayanan hukum kepada masyarakat baik dalam bentuk Litigasi maupun non Litigasi; Oleh karena Undang-undang Advokat tidak mengakomodasi realitas empiris mengenai perguruan tinggi hukum yang memberikan kemudahan akses kepada masyarakat untuk memperoleh bantuan hukum secara murah; Jelasnya Undang-undang Advokat ini hanya mengakui profesi Advokat ansich yang mewakili otoritas di dalam pelayanan hukum baik di dalam dan di luar pengadilan;
- Bahwa dengan lahirnya Pasal 31 UU No. 18 Tahun 2003 itu maka seluruh aktivitas LKPH UMM yang dipimpin oleh Pemohon, tidak memungkinkan lagi dijalankan secara reguler dan profesional. Oleh karena aktivitas Pemohon dapat ditafsirkan sebagai kegiatan yang seolah-olah menyerupai profesi Advokat. Penafsiran demikian ini dapat dirujuk pada alinea ketiga bagian Penjelasan UU No. 18 tahun 2003;
- Bahwa Pemohon berkeyakinan rumusan atau materi Pasal 31 UU No. 18 Tahun 2003 itu di buat dalam suasana ephoria reformasi hukum, sehingga melupakan akal sehat (common sense); Lahirnya UU No. 18 Tahun 2003, yang memberikan pengakuan terhadap eksistensi profesi Advokat sebagai salah satu pilar penegakan hukum, justru mengabaikan fakta historis empiris yang sudah berjalan selama ini, yaitu bahwa Lembaga Perguruan Tinggi Hukum memiliki otoritas untuk menyelenggarakan pendidikan profesi hukum; Sementara itu Pemohon juga berkeyakinan munculnya ketentuan Pasal 31 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 lebih dipengaruhi oleh bayangan ketakutan yang tidak berdasar akan berkurangnya atau sedikitnya lahan rezeki Advokat terutama dari klien yang akan ditanganinya;
- Bahwa dengan adanya ketentuan Pasal 31 UU No. 18 Tahun 2003, maka Pemohon yang saat ini berprofesi sebagai Dosen Fakultas Hukum UMM sekaligus menjabat sebagai pimpinan LKPH-UMM merasa dirugikan hak konstitusional Pemohon, yakni berupa hak asasi di dalam hukum dan pekerjaan. Sebagai warga negara yang bekerja di dunia akademik sekurang-kurangnya 12 (dua belas) tahun; Pemohon merasa dirugikan hak-hak konstitusionalnya atas dicantumkannya ketentuan Pasal 31 UU No. 18 Tahun 2003 secara tegas sangat diskriminatif dan tidak adil, Jelasnya ketentuan tersebut bertentangan dengan isi rumusan Pasal 28 C ayat (1) (2) dan Pasal 28 D ayat (1); (3); serta Pasal 28 1 ayat (2) Perubahan ke 2 UUD 1945;
* Pemerintah tidak
sependapat dengan argumen-argumen Pemohon dengan alasan-alasan sebagai berikut:
- Bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 31 UU No. 18 Tahun 2003, menyebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja menjalankan pekerjaan profesi Advokat dan bertindak seolah-olah sebagai Advokat, tetapi bukan Advokat sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah);
Dari ketentuan tersebut terdapat
beberapa unsur yang harus dapat dipenuhi agar orang dapat dipidana, yakni:
- dengan sengaja;
- menjalankan pekerjaan profesi Advokat;
- bertindak seolah-olah sebagai Advokat;
- tetapi bukan Advokat;
- Ketentuan di atas hanya ditujukan kepada orang mengaku-aku atau berpura-pura sebagai Advokat atau profesi Advokat, padahal pelaku yang bersangkutan bukan Advokat;
- Dengan demikian Pemerintah dapat menjelaskan bahwa titik berat Pasal 31 UU No. 18 Tahun 2003 adalah mengenai larangan bagi orang yang mengaku-aku sebagai Advokat sedangkan profesi sebenarnya bukanlah Advokat seperti yang diatur oleh Undang-undang ini, bukan bagaimana ia bertugas dan berfungsi sebagai Advokat. Jika yang bersangkutan menjadi Advokat, maka berlaku ketentuan Pasal 3 ayat (1) yakni bahwa yang bersangkutan tidak berstatus sebagai pegawai negeri atau pejabat negara sehingga pada saat yang bersangkutan diangkat menjadi Advokat, maka ia bukan lagi berkedudukan sebagaimana yang dilarang oleh Pasal 3 ayat (1) tersebut, yang dalam hal ini tidak ada hubungannya dengan larangan bagi aktivitas yang dilakukan oleh Pemohon dalam Laboratorium Konsultasi dan Pelayanan Hukum Universitas Muhammadiyah Malang, yang dikhawatirkan oleh Pemohon;
- Berkaitan dengan itu Pemerintah dapat menjelaskan pula bahwa ketentuan Pasal 31 UU No. 18 Tahun 2003 tidak ada kaitannya pemberian bantuan hukum murah oleh karena hal tersebut diatur secara tersendiri pada Pasal 22 UU No. 18 Tahun 2003 yang mengatur tentang bantuan hukum cuma-cuma yang diwajibkan kepada Advokat kepada pencari keadilan yang tidak mampu, sedangkan persyaratan dan tata cara pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma akan di atur Iebih Ianjut dengan Peraturan Pemerintah. Sehingga argumen Pemohon adalah tidak beralasan yang menganggap Undang-undang ini tidak mengakomodasi realitas empiris mengenai perguruan tinggi hukum yang memberikan kemudahan akses kepada masyarakat untuk memperoleh bantuan hukum, secara murah. Selain dari pada itu Pemerintah berpendapat bahwa mengenai seluk beluk yang mengatur perguruan tinggi sudah ada ketentuannya secara tersendiri yaitu Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional;
- Dengan demikian Pemerintah dapat menjelaskan bahwa segala argumen dan fakta selebihnya yang diajukan oleh Pemohon tidak perlu ditanggapi satu persatu karena apa yang disampaikan Pemohon tidak ada relevansinya dan tidak membuktikan adanya pelanggaran hak-hak konstitusional Pemohon;
* Berdasarkan
keseluruhan penjelasan diatas, Pemerintah berpendapat bahwa Pasal 31 UU No. 18
Tahun 2003 tentang Advokat tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak
melanggar hak-hak konstitusional Pemohon;
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas,
Pemerintah memohon kepada yang terhormat Ketua Majelis Mahkamah Konstitusi
Republik Indonesia yang memeriksa dan memutus permohonan pengujian Pasal 31 UU
No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat terhadap UUD 1945 dapat memberikan putusan
sebagai berikut:
- Menyatakan bahwa Pemohon tidak mempunyai Legal Standing;
- Menyatakan permohonan Pemohon ditolak atau setidak-tidaknya permohonan Pemohon dinyatakan tidak dapat diterima;
- Menerima keterangan Pemerintah secara keseluruhan.
- Menyatakan Pasal 31 Undang-undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat tidak bertentangan dengan UUD 1945;
- Menyatakan bawha Pasal 31 UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat tetap mempunyai kekuatan hukum dan tetap berlaku di seluruh wilayah Indonesia;
Atas perhatian Ketua/Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi
Republik Indonesia, kami mengucapkan terima kasih.
Jakarta, 20 Agustus 2004
Kuasa Hukum
Presiden Republik Indonesia
Yusril Ihza Mahendra
MOHON IZIN untuk referensinya min sangat membantu mata kuliah hukum peradilan konstitusi terima kasih
BalasHapusmohon izin untuk copy sebagai bahan ajar di FH unsri
BalasHapus