Pasal 74 ayat 2 UU
Mahkamah Konstitusi dinyatakan bahwa permohonan hanya dapat diajukan terhadap
penetapan hasil Pemilu yang dilakukan secara nasional oleh Komisi Pemilihan
Umum sebagai penyelenggara Pemilu yang mempengaruhi terpilihnya calon anggota
DPD, penentuan pasangan calon yang masuk pada putaran kedua pemilihan Presiden
dan Wakil Presiden serta terpilihnya pasangan calon Presiden dan Wakil
Presiden, perolehan kursi partai politik peserta Pemilu di suatu Pemilu.
Dalam Pasal 104 ayat 1
UU No. 12 Tahun 2003 disebutkan penetapan hasil Pemilu DPR/D Propinsi, Kab/Kota
dan Dewan Perwakilan daerah dilakukan secara nasional oleh Komisi Pemilihan
Umum dan Pasal 104 ayat 2 UU No. 12 Tahun 2003 disebutkan pengumuman hasil
Pemilu sebagaimana disebutkan pada ayat 1 dilakukan selambat-lambatnya 30 (tiga
puluh) hari setelah pemungutan suara. Sedangkan bila terjadi perselisihan hasil
Pemilu diperiksa dan diputuskan untuk tingkat pertama dan terakhir oleh
Mahkamah Konstitusi seperti yang diatur dalam pasal 134 UU No. 12 Tahun 2003.
Upaya penyelesaian
sengketa hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden selambat-lambatnya 3 (tiga)
hari setelah pengumuman penetapan hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden oleh
Komisi Pemilihan Umum, yang mana keberatan oleh pasangan calon mempengaruhi
terpilihnya pasangan calon tersebut.
Waktu 3 (tiga) hari terasa sangat tidak cukup, bukti rekapan hasil
pasangan calon yang merasa dirugikan akan kesulitan mencari dan menganalisis
data yang dikumpulkan, namun dibalik itu tentunya Mahkamah Konstitusi sudah
mengeluarkan himbauan agar setiap pasangan calon mempersiapkan diri apabila
merasa tidak puas dengan penetapan Komisi Pemilihan Umum, dan dibalik waktu
yang singkat sesungguhnya didasari atas akan perlunya kepastian hukum dalam
upaya penyelesaian sengketa hasil Pemilu, dan Mahkamah Konstitusi menjalankan
dengan baik secara konstitusional.
Dalam penyelesaian
sengketa hasil Pemilu pada semua jenis UU No. 24 Tentang Mahkamah Konstitusi
memberi limitasi kepada pemohon yang diatur dalam Pasal 74 ayat 1, yang
pertama, perorangan warga negara Indonesia calon anggota Dewan Perwakilan
daerah, kedua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden, ketiga partai politik
peserta Pemilu. Permohonan dapat dijukan paling lambat 3 x 24 Jam terhitung
sejak KPU mengumumkan penetapan hasil Pemilu secara nasional, tentunya dalam
konteks mewujudkan peradilan untuk menegakkan hukum dan keadilan. Permohonan
hanya dapat diajukan terhadap penetapan hasil Pemilu yang dilakukan secara
nasional oleh KPU yang mempengaruhi, pertama terpilihnya calon anggota Dewan
Perwakilan Daerah (DPD), kedua penentuan calon yang masuk pada putaran kedua
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden serta terpilihnya pasangan calon Presiden
dan Wakil Presiden, dan ketiga perolehan kursi partai politik peserta Pemilu
disuatu daerah pemilihan.
Dalam permohonan
pemohon wajib menguraikan:
- Kesalahan hasil penghitungan suara yang diumumkan oleh KPU dan hasil penghitungan yang benar menurut pemohon;
- Permintaan untuk membatalkan hasil penghitungan suara yang diumumkan oleh KPU dan menetapkan hasil penghitungan suara yang benar menurut pemohon.
Setelah
permohonan diterima oleh Mahkamah Konstitusi, selanjutnya dicatat dalam buku
registrasi perkara, yang dalam waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak
permohonan dicatat dalam buku registrasi perkara disampaikan kepada KPU. Dalam
Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) No. 04/PMK/2004 Tentang Pedoman Beracara
dalam Perselisihan Hasil Pemilu ditegaskan bahwa hukum acara perselisihan hasil
Pemilu cepat dan sederhana.
Dalam Pasal
5 PMK No. 04/PMK/2004 diatur mengenai tata cara mengajukan permohonan sebagai
berikut:
- Permohonan hanya dapat diajukan dalam jangka waktu paling lambat 3 x 24 jam sejak KPU mengumumkan penetapan hasil hasil Pemilu secara nasional.
- Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia oleh pemohon atau kuasanya kepada Mahkamah Konstitusi dalam 12 (dua belas) rangkap setelah ditandatangani oleh: (i) calon anggota DPD peserta Pemilu atau kuasanya; (ii) pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden peserta Pemilu atau kuasanya (iii) ketua umum atau Sekjen atau sebutan sejenisnya dari pengurus pusat atau sebutan sejenisnya dari pengurus pusat partai politik atau kuasanya.
- Permohonan sekurang-kurangnya harus memuat: (i) identitas pemohon meliputi nama, tempat tanggal lahir/umur, agama, pekerjaan, kewarganegaraan, alamat lengkap, nomor telepon, nomor faksimile, nomor HP, email; (ii) uraian yang jelas tentang Permintaan untuk membatalkan hasil penghitungan suara yang diumumkan oleh KPU dan menetapkan hasil penghitungan suara yang benar menurut pemohon.
- Pengajuan permhonan harus disertai dengan alat bukti yang mendukung permohonan tersebut, antara lain alat bukti surat, misalnya fotokopi sertifikat hasil penghitungan suara, fotokopi sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara dalam setiap jenjang penghitungan, atau fotokopi dokumen-dokumen tertulis lainnya dalam 12 (dua belas) setelah 1 (satu) rankap dibubuhi materai cukup dan dilegalisasi. Apabila pemohon berkehendak mengajukan saksi dan/atau ahli, daftar dan curriculum vitae saksi dan/atau ahli dilampirkan bersama-sama permohonannya.
Permohonan
yang masuk diperiksa persyaratan dan kelengkapannya oleh panitera Mahkamah Konstitusi. Permohonan
yang sudah lengkap dan memenuhi persyaratan dicatat dalam buku registrasi
perkara, sedangkan permohonan yang tidak lengkap diberitahukan kepada pemohon
untuk diperbaiki dalam tenggat 1 x 24 jam. Namun apabila permohonan tidak
dilengkapi maka panitera menerbitkan akta yang menyatakan bahwa permohonan
tersebut tidak diregistrasi dan diberitahukan kepada pemohon.
Permohonan yang sudah
lengkap dan dicatat dalam registrasi perkara paling lambat 3 (tiga) hari kerja
sejak permohonan dicatat disertai permintaan keterangan tertulis KPU yang
dilengkapi bukti-bukti hasil penghitungan suara yang diperselisihkan.
Keterangan tersebut harus sudah diterima di Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi selambat-lambatnya
sehari sebelum hari persidangan.
0 komentar:
Posting Komentar